
Majelis Chaos
Majelis Chaos
Pertemuan para dewan di suatu majelis entah berantah. Angin, air, tanah, awan, satelit, ...
Purnama Bekti : Saudara-saudaraku yang durjana adakah kalian telah sampai di padepokan ndabyah uyah kita ini?
Topani Wijaya : Hadir bro!
Banjir Pranata :Hadir kang!
Tsunamindanu : Yups! Longsorinem, Pacek lik kliwon dan yang lainnya ijin bos.
Purnama bekti: Dimana sikembar?
Tiba-tiba terjadi guncangan dan datanglah dua sosok yang muncul ditengah-tengah pertemuan sembari tertawa riang.
Vulkarjo dan Tektarjo : He…he…he…ada apa ini, ada apa ini?
Purnama Bekti : Baiklah dikarenakan tidak ada peraturan yang mengharuskan jumlah kuorum untuk hadir dalam majelis kita ini, maka kita mulai pembicaraan!
Banjir Pranata : Tapi tunggu dulu kang! Bagaimana bisa kakang Purnama ini memanggil kita dengan sebutan durjana, bukankah kita yang berada disini adalah saudara satu musibah keturunan Suhu ki Ageng Bencana Bawono.
Topani Wijaya : Iya bro. Berarti bro Purnama termasuk golongan durjana yang telah disebutkan sendiri.
Purnama bekti : ( tersenyum kecil ). Saya bertanya kepada kalian semua dulu! Siapakah sebaik-baiknya makhluk di dunia ini?
Banjir Pranata : Suhu kita.
Topani Wijaya : Ya… golongan kita.
Tsunamindanu : Hmm…?
Vulkarjo dan Tektarjo : Ada apa ini, ada apa ini? Ya Nabi kita.
Purnama bekti : Tidak kah masih ada makluk lain selain sesuatu seperti kita yang menjadi Target Operasi kalian? Makluk yang punya hawa nafsu, emosi-perasaan, makan-minum, beranak-diperanakkan, bernafas dan mendambakan kebahagiaan hidup.
Topani Wijaya : Maksud bro, makluk yang mengatas namakan diri makluk yang beradab itu?emangnya kenapa?
Banjir Pranata : Ya…mereka tidaklah lebih baik dari kita, sukanya mengumbar emosi, membikin keonaran dan membuat kerusakan. Merekalah yang seharusnya bergelar durjana.
Tsunamindanu : Setuju.
Banjir Pranata : Sudah sepantasnya kita basmi para perusak-perusak itu.
Vulkarjo dan Tektarjo : Ada apa ini, ada apa ini? Akan lebih cepat kalau kita melakukan gerakan genocide.
Tsunamindanu : Betul...betul... Tapi genocide tu apa ya gak ngerti aku?
Topani Wijaya : Oalah min..min.. kamu tu nggah nggih nggah nggih betal betul betal betul tapi nggak ngerti. Genocide itu pemusnahan sebuah peradaban suatu makluk atau bangsa. Kau telah hampir melakukanya di ujung sebuah negeri yang berlambangkan burung itu pada 26 Desember 2004. Yang kau bunuh lebih dari 150 000 nyawa, yang kemudian terus kau lakukan di tempat lain di negeri itu.
Tsunamindanu : Ini kan tugas Pan! Sama seperti yang dilakukan Banjir Pranata di negeri yang sama, juga penyebab meluapnya air dimana-mana, di kota pusat pemerintahan yang tiap tahun disinggahi Banjir Pranata, di bengawan terpanjang di salah satu pulau negeri itu dan persinggahan persinggahan lain dengan jumlah korban yang tidak sedikit.
Banjir Pranata : Lho.. kok aku jadi ikut obyek pembicaraan kalian, yang aku lakukan hanyalah efek dari perbuatan makluk itu sendiri. Dan kalau ngomongin persinggahan di negeri itu., tanya sama si kembar yang tiap hari berkunjung bermain main di gunung, di bawah laut bahkan didaratan yang ditinggali makluk bernyawa di negeri yang katanya berbeda beda tetapi tetap satu itu. Dan lihat saja mereka baru saja mengunjungi sebuah pulau. Berbagai pemberitaan tidak hanya di dalam negeri tetapi sampai ke negeri lain menyebutkan “gempa berkekuatan 7,2 skala richter mengguncang Mentawai, akibatnya Mentawai diterjang gelombang tsunami dengan ketinggian mencapai enam meter", " Merapi kembali ber erupsi, Gunung berapi paling aktif tersebut menyemburkan awan panas dan ribuan ton material mematikan. Sampai sekarang nyawa yang hilang masih terus bertambah, tempat tinggal luluh lantah, tertimbun, tangisan histeris, ketakutan, pilu, miris dan duka yang mendalam.”
Vulkarjo dan Tektarjo : Ada apa ini ada apa ini? Sebenarnya apa maksud dari pertemuan kita ini selain mencibir rutinitas kita?!
Purnama Bekti : Itulah maksud pernyataanku tadi bahwa kita adalah sesuatu durjana yang menyengsarakan makluk lain. Tidak kah kalian punya sedikit rasa kasihan kepada makluk di negeri itu yang kalian sengsarakan. Permasalahan intern mereka belum mampu tertangani. Kalian secara bertubi-tubi ikut nimbrung menambah penderitaaan. Topani Wijaya, Longsorinem, Tsunamindanu, Banjir Pranata, Vulkarjo, Tektarjo dan anggota majelis kita yang lainnya. Belum sempat mereka bangun dan membenahi diri, kalian tambah lagi penderitaannya Tidak ada tempat berpijak, berdiri, tidak ada rasa aman.
Tektarjo : Bentar, bentar! Sejak kapan saudara tuaku Purnama Bekti punya rasa kasian? Sudahkah tertulis dengan jelas dalam Kitab Primbon Betaljemur Bermakna-makna yang menjadi tuntunan kita, bahwa kewajiban kita adalah membuat bencana bagi mereka. Tidak peduli dalam keadaan apapun, no rasa kasihan, no rasa iba, no rasa pikir-pikir dan perasaaan-perasaan pengganggu lainya. Itulah yang telah menjadi ketetapan kita.
Vulkarjo : Atau jangan-jangan saudaraku Purnama Bekti ini sudah kamanungsan. tertulari tabiat, sifat, sikap dan hawa nafsu makluk itu.
Purnama Bekti : Justru karena emosi dan hawa nafsu itulah yang menjadikan mereka sebaik-baiknya makluk di dunia ini. Bisa merasakan keindahan, kenikmatan dan kesenangan.
Topani Wijaya : Ya, karena hawa nafsu jugalah ada korupsi, ingin memiliki yang bukan haknya, kriminalitas, peperangan.
Tsunamindanu : Satu lagi Pan, karena hawa nafsu juga ingin ngundang Miyabi.
Topani Wijaya : Hush..!
Purnama Bekti : Tidak semuanya sejelek itu, masih banyak hal baik yang dimiliki makluk yang kita bicarakan ini. Kebersamaan mereka.
Vulkarjo : Hal baik yang mereka miliki adalah sebuah dampak dari sebab tetentu, kalau ada persamaan kepentingan misalnya.
Purnama Bekti : Tidak juga, Saya masih percaya dengan kekuatan emosi dan hawa nafsu positif mereka. Untuk itu biarkanlah mereka hidup tanpa bencana.
( Tsunamindanu, Topani Wijaya, Banjir Pranata, Vulkarjo dan Tektarjo tertawa geli mendengar kata-kata Purnama bekti ) : ha…ha…ha…hidup tanpa bencana?!
Banjir Pranata : Eh kang! sebenarnya kakang ini juga ikut andil dalam bencana-bencana terhadap makluk itu. Kita semua di majelis ini bertindak adalah sebuah rangkaian dari kakang Purnama, kelihatannya kakang ini hanya bertengger di atas langit sana sambil mengamati keadaan tapi sebenarnya menjadi bagian dari penyebab itu semua.
Purnama bekti : Apa maksudmu?
Banjir pranata : Kakang penyebab air pasang yang akhirnya menjadi bencana, kakang bisa menjadi pertanda alam dan kakang bisa mengendalikan waktu, kalau memang tidak suka dengan kami silahkan hentikan.
Purnama bekti : Hmm... itukan.. itukan karena ke..ke..kewajiban!
( Tsunamindanu, Topani Wijaya, Banjir Pranata, Vulkarjo dan Tektarjo serentak ) : Nah...karena kewajiban kan. Ke-wa-ji-ban!
Topani Wijaya : Ke-wa-ji-ban bro!
Banjir Pranata : Ke-wa-ji-ban kang!
Tsunamindanu : Yups ke-wa-ji-ban bos!
Vulkarjo dan Tektarjo : Ada apa ini, ada apa ini? Ya ke-wa-ji-ban to.
Purnama Bekti : Sudah..sudah! Saya baru tidak ingin berdebat dengan kalian. Sebenarnya maksud saya mengumpulkan kalian dalam majelis ini sebagai saudara tertua adalah ingin membahas Amandemen UUDBGDBL ( Undang Undang Dasar Bencana Gempa Dan Bencana Lainnya ). Tetapi karena pembicaraan tidak memungkinkan, maka ditunda hingga waktu yang belum ditentukan hingga semua anggota majelis lainya yang sekarang sedang bertugas dapat memberikan suaranya.
Banjir Pranata : Ya sudah kalau begitu majelis ditunda, saya mohon pamit!
Topani Wijaya : Saya juga mau pergi dulu!
Tsunamindanu : Aku ikut membubarkan diri!
Purnama Bekti : Lho ada apa ini, ada apa ini?
Vulkarjo dan Tektarjo : Kang...kang...kata itu punya kami. Baiklah kalau begitu kami akan kembali ke rutinitas dan kewajiban kami.
Purnama Bekti : Tapi....! Ahh... semuanya telah pergi dan akan melakukan kewajiban masing-masing, siapa lagi dan dimana lagi yang akan menjadi korban. Mudah mudahan makluk dan tempat tinggalnya yang akan Banjir Pranata, Topani Wijaya, Tsunamindanu, Vulkarjo, Tektarjo dan anggota majelis lainya singgahi diberi kekuatan dalam menghadapinya dan terus bisa belajar.
( Inalillahi wa inailahi rojiun, turut prihatin dan berdoa atas musibah Merapi dan Tsunami yang menimpa saudara-saudaraku semoga kepedihan ini cepat berlalu. Amin )
Pertemuan para dewan di suatu majelis entah berantah. Angin, air, tanah, awan, satelit, ...
Purnama Bekti : Saudara-saudaraku yang durjana adakah kalian telah sampai di padepokan ndabyah uyah kita ini?
Topani Wijaya : Hadir bro!
Banjir Pranata :Hadir kang!
Tsunamindanu : Yups! Longsorinem, Pacek lik kliwon dan yang lainnya ijin bos.
Purnama bekti: Dimana sikembar?
Tiba-tiba terjadi guncangan dan datanglah dua sosok yang muncul ditengah-tengah pertemuan sembari tertawa riang.
Vulkarjo dan Tektarjo : He…he…he…ada apa ini, ada apa ini?
Purnama Bekti : Baiklah dikarenakan tidak ada peraturan yang mengharuskan jumlah kuorum untuk hadir dalam majelis kita ini, maka kita mulai pembicaraan!
Banjir Pranata : Tapi tunggu dulu kang! Bagaimana bisa kakang Purnama ini memanggil kita dengan sebutan durjana, bukankah kita yang berada disini adalah saudara satu musibah keturunan Suhu ki Ageng Bencana Bawono.
Topani Wijaya : Iya bro. Berarti bro Purnama termasuk golongan durjana yang telah disebutkan sendiri.
Purnama bekti : ( tersenyum kecil ). Saya bertanya kepada kalian semua dulu! Siapakah sebaik-baiknya makhluk di dunia ini?
Banjir Pranata : Suhu kita.
Topani Wijaya : Ya… golongan kita.
Tsunamindanu : Hmm…?
Vulkarjo dan Tektarjo : Ada apa ini, ada apa ini? Ya Nabi kita.
Purnama bekti : Tidak kah masih ada makluk lain selain sesuatu seperti kita yang menjadi Target Operasi kalian? Makluk yang punya hawa nafsu, emosi-perasaan, makan-minum, beranak-diperanakkan, bernafas dan mendambakan kebahagiaan hidup.
Topani Wijaya : Maksud bro, makluk yang mengatas namakan diri makluk yang beradab itu?emangnya kenapa?
Banjir Pranata : Ya…mereka tidaklah lebih baik dari kita, sukanya mengumbar emosi, membikin keonaran dan membuat kerusakan. Merekalah yang seharusnya bergelar durjana.
Tsunamindanu : Setuju.
Banjir Pranata : Sudah sepantasnya kita basmi para perusak-perusak itu.
Vulkarjo dan Tektarjo : Ada apa ini, ada apa ini? Akan lebih cepat kalau kita melakukan gerakan genocide.
Tsunamindanu : Betul...betul... Tapi genocide tu apa ya gak ngerti aku?
Topani Wijaya : Oalah min..min.. kamu tu nggah nggih nggah nggih betal betul betal betul tapi nggak ngerti. Genocide itu pemusnahan sebuah peradaban suatu makluk atau bangsa. Kau telah hampir melakukanya di ujung sebuah negeri yang berlambangkan burung itu pada 26 Desember 2004. Yang kau bunuh lebih dari 150 000 nyawa, yang kemudian terus kau lakukan di tempat lain di negeri itu.
Tsunamindanu : Ini kan tugas Pan! Sama seperti yang dilakukan Banjir Pranata di negeri yang sama, juga penyebab meluapnya air dimana-mana, di kota pusat pemerintahan yang tiap tahun disinggahi Banjir Pranata, di bengawan terpanjang di salah satu pulau negeri itu dan persinggahan persinggahan lain dengan jumlah korban yang tidak sedikit.
Banjir Pranata : Lho.. kok aku jadi ikut obyek pembicaraan kalian, yang aku lakukan hanyalah efek dari perbuatan makluk itu sendiri. Dan kalau ngomongin persinggahan di negeri itu., tanya sama si kembar yang tiap hari berkunjung bermain main di gunung, di bawah laut bahkan didaratan yang ditinggali makluk bernyawa di negeri yang katanya berbeda beda tetapi tetap satu itu. Dan lihat saja mereka baru saja mengunjungi sebuah pulau. Berbagai pemberitaan tidak hanya di dalam negeri tetapi sampai ke negeri lain menyebutkan “gempa berkekuatan 7,2 skala richter mengguncang Mentawai, akibatnya Mentawai diterjang gelombang tsunami dengan ketinggian mencapai enam meter", " Merapi kembali ber erupsi, Gunung berapi paling aktif tersebut menyemburkan awan panas dan ribuan ton material mematikan. Sampai sekarang nyawa yang hilang masih terus bertambah, tempat tinggal luluh lantah, tertimbun, tangisan histeris, ketakutan, pilu, miris dan duka yang mendalam.”
Vulkarjo dan Tektarjo : Ada apa ini ada apa ini? Sebenarnya apa maksud dari pertemuan kita ini selain mencibir rutinitas kita?!
Purnama Bekti : Itulah maksud pernyataanku tadi bahwa kita adalah sesuatu durjana yang menyengsarakan makluk lain. Tidak kah kalian punya sedikit rasa kasihan kepada makluk di negeri itu yang kalian sengsarakan. Permasalahan intern mereka belum mampu tertangani. Kalian secara bertubi-tubi ikut nimbrung menambah penderitaaan. Topani Wijaya, Longsorinem, Tsunamindanu, Banjir Pranata, Vulkarjo, Tektarjo dan anggota majelis kita yang lainnya. Belum sempat mereka bangun dan membenahi diri, kalian tambah lagi penderitaannya Tidak ada tempat berpijak, berdiri, tidak ada rasa aman.
Tektarjo : Bentar, bentar! Sejak kapan saudara tuaku Purnama Bekti punya rasa kasian? Sudahkah tertulis dengan jelas dalam Kitab Primbon Betaljemur Bermakna-makna yang menjadi tuntunan kita, bahwa kewajiban kita adalah membuat bencana bagi mereka. Tidak peduli dalam keadaan apapun, no rasa kasihan, no rasa iba, no rasa pikir-pikir dan perasaaan-perasaan pengganggu lainya. Itulah yang telah menjadi ketetapan kita.
Vulkarjo : Atau jangan-jangan saudaraku Purnama Bekti ini sudah kamanungsan. tertulari tabiat, sifat, sikap dan hawa nafsu makluk itu.
Purnama Bekti : Justru karena emosi dan hawa nafsu itulah yang menjadikan mereka sebaik-baiknya makluk di dunia ini. Bisa merasakan keindahan, kenikmatan dan kesenangan.
Topani Wijaya : Ya, karena hawa nafsu jugalah ada korupsi, ingin memiliki yang bukan haknya, kriminalitas, peperangan.
Tsunamindanu : Satu lagi Pan, karena hawa nafsu juga ingin ngundang Miyabi.
Topani Wijaya : Hush..!
Purnama Bekti : Tidak semuanya sejelek itu, masih banyak hal baik yang dimiliki makluk yang kita bicarakan ini. Kebersamaan mereka.
Vulkarjo : Hal baik yang mereka miliki adalah sebuah dampak dari sebab tetentu, kalau ada persamaan kepentingan misalnya.
Purnama Bekti : Tidak juga, Saya masih percaya dengan kekuatan emosi dan hawa nafsu positif mereka. Untuk itu biarkanlah mereka hidup tanpa bencana.
( Tsunamindanu, Topani Wijaya, Banjir Pranata, Vulkarjo dan Tektarjo tertawa geli mendengar kata-kata Purnama bekti ) : ha…ha…ha…hidup tanpa bencana?!
Banjir Pranata : Eh kang! sebenarnya kakang ini juga ikut andil dalam bencana-bencana terhadap makluk itu. Kita semua di majelis ini bertindak adalah sebuah rangkaian dari kakang Purnama, kelihatannya kakang ini hanya bertengger di atas langit sana sambil mengamati keadaan tapi sebenarnya menjadi bagian dari penyebab itu semua.
Purnama bekti : Apa maksudmu?
Banjir pranata : Kakang penyebab air pasang yang akhirnya menjadi bencana, kakang bisa menjadi pertanda alam dan kakang bisa mengendalikan waktu, kalau memang tidak suka dengan kami silahkan hentikan.
Purnama bekti : Hmm... itukan.. itukan karena ke..ke..kewajiban!
( Tsunamindanu, Topani Wijaya, Banjir Pranata, Vulkarjo dan Tektarjo serentak ) : Nah...karena kewajiban kan. Ke-wa-ji-ban!
Topani Wijaya : Ke-wa-ji-ban bro!
Banjir Pranata : Ke-wa-ji-ban kang!
Tsunamindanu : Yups ke-wa-ji-ban bos!
Vulkarjo dan Tektarjo : Ada apa ini, ada apa ini? Ya ke-wa-ji-ban to.
Purnama Bekti : Sudah..sudah! Saya baru tidak ingin berdebat dengan kalian. Sebenarnya maksud saya mengumpulkan kalian dalam majelis ini sebagai saudara tertua adalah ingin membahas Amandemen UUDBGDBL ( Undang Undang Dasar Bencana Gempa Dan Bencana Lainnya ). Tetapi karena pembicaraan tidak memungkinkan, maka ditunda hingga waktu yang belum ditentukan hingga semua anggota majelis lainya yang sekarang sedang bertugas dapat memberikan suaranya.
Banjir Pranata : Ya sudah kalau begitu majelis ditunda, saya mohon pamit!
Topani Wijaya : Saya juga mau pergi dulu!
Tsunamindanu : Aku ikut membubarkan diri!
Purnama Bekti : Lho ada apa ini, ada apa ini?
Vulkarjo dan Tektarjo : Kang...kang...kata itu punya kami. Baiklah kalau begitu kami akan kembali ke rutinitas dan kewajiban kami.
Purnama Bekti : Tapi....! Ahh... semuanya telah pergi dan akan melakukan kewajiban masing-masing, siapa lagi dan dimana lagi yang akan menjadi korban. Mudah mudahan makluk dan tempat tinggalnya yang akan Banjir Pranata, Topani Wijaya, Tsunamindanu, Vulkarjo, Tektarjo dan anggota majelis lainya singgahi diberi kekuatan dalam menghadapinya dan terus bisa belajar.
( Inalillahi wa inailahi rojiun, turut prihatin dan berdoa atas musibah Merapi dan Tsunami yang menimpa saudara-saudaraku semoga kepedihan ini cepat berlalu. Amin )
0 komentar:
Posting Komentar