KawulosejatiSejatiningkawulo

Aku adalah dia, dia adalah aku

"hidup bukan pilihan melainkan ketetapan yang harus dijalani, hidup bukan pula pertanyaan melainkan jawaban yang harus ditindaki" ( Winarno Hadi Saputro, 2007 )

Tentang Kawulo

“aku datang dari balik kabut hitam, aku mengarungi samudera darah, akulah pangeran kegelapan. Kan ku remas matahari di telapak tanganku. Kan ku pecahkan wajah rembulan, pecah terbelah dengan KIDUNG PAMUNGKAS. kan ku buat dunia berwarna merah."

Aku, Kamu, Doamu dan Bulan Juli

Aku, Kamu, Doamu dan Bulan Juli
( Bag II )



“Maaf! Aku sudah tidak percaya lagi kata hatiku.” Jawab lelaki.

Langit berganti warna menjadi merah, perempuan tak berkata lagi, ia beranjak tak menolah lalu berangsur hilang dibalik kabut. Dengan hati yang perih, pandangan lelaki menyusur mengantarkan langkah perempuan itu. Entah gejolak apa yang terpasak dibenak hingga ia begitu saja mengacuhkan peristiwa nyata di depan yang selama ini hanya menjadi angan angin semata, wanita yang diharapkan imbalan rasa cintanya justru ia abaikan disaat sang wanita membutuhkan jawaban akan cintanya itu.

“Semoga engkau menemukan bahagia, aku tidak pantas untuk kau cintai.” Kilah lelaki dalam hati.

Langit berganti warna menjadi kuning, wanita itu benar-benar lenyap dilahap senyap, lelaki sejatinya tetap berandai akan pertemuan di bulan juli berikut tentunya dengan perasaan yang tak sama. Perasaan bukan tentang cinta, perasaan bukan soal doa dan perasaan bukan perihal harapan melainkan perasaan biasa yang tidak bercampur dengan cinta beserta segala bayangannya.

“Diapun telah pergi, doamu tentangku sesungguhnya sama halnya dengan doaku tentangmu tapi aku hanya menginginkanya di waktu yang berbeda.” Benak berteriak.

Langit berganti warna menjadi hitam, suara-suara lengang mulai terngiang, lelaki terbungkam malam ia tetap tertonggak tak beranjak, angannya bersetubuh dengan kabut-kabut petang. Angan yang kemudian mendadak mengintai mengurai bingkai kenangan dengan sang wanita di masa lalu.

“Oh Tuhan, dia begitu anggun, biarkan ku membangun surga denganya.” gumam lelaki menganyam menjadi bulir-bulir doa pada suatu ketika. Ia memang selalu mengagumi wanita itu dari saat berjumpa untuk pertama kalinya. Beberapa lama ia mengungkum kegagumannya hingga pada satu waktu di sudut taman lelaki membuka kata.

“Seorang lelaki menunggumu di pintu taman.” Ucap lelaki menapaki langit hati berharap akan ada sebinar cercah diantara metafora kata yang ia lanturkan.

“Maaf kiranya sampaikan kepadanya untuk tidak menungguku.” abai wanita meruntuhkan tonggak-tonggak rasa dan mulai saat itu hanya gores doa bias yang lelaki bisa perbuat.

Langit berganti warna menjadi hijau, bulan Juli pagi tadi lelaki benar-benar tak menyangka setelah ia memasung doanya selama ini tiba-tiba ia berhadapan lagi dengan wanita yang pernah menggaungi hatinya.

“Ternyata lelaki yang menungguku di pintu taman itulah yang selalu hadir dalam doaku.” lontar wanita menjalar melintar menyentakkan sanubari. Lelaki terhentak ternyata sang wanita mengharapkan dalam doanya.
Ia terhujam diam karena terlanjur mengubur membekukan harapannya dan menganggap sang wanita sebagai sosok lain di hatinya. Lelaki mengacuhkan peristiwa nyata di depanya itu, satu dua kata tercercap, wanita pergi terlahap senyap.

Lelaki hanya termangu menyisakan serpihan luka yang ia balaskan terhadap wanita kendati iapun juga terluka telah mengingkari kata hatinya. Ia masih terus berpikir karena menyiakan apa yang telah ada di hadapan dan waktu bisa saja merenggut dengan bengis apa yang ia citakan semenjak lama itu untuk selamanya.

Langit berganti warna menjadi biru, satu warsa tertapaki di bulan dan tempat yang sama sang lelaki mencoba menanti namun ia tetap tak mendapati wanita itu bahkan bayanganyapun tidak.

Langit berganti warna menjadi abu, sayup sayup aroma petang mulai menerjang sosok wanita tetap tak terpancang. Lelaki masih tetap menanti sembari menahan memar di hatinya, memar yang kian lebar tersayat bulan sabit yang mulai terintip dihulu malam, namun ia percaya bahwa satu hal di dunia ini yang bisa melebihi kekuatan takdir hanyalah sebuah cinta.




Dasan, Korea Selatan. 18 September 2011.



Sifat dan karakter warna;
Merah :
Warna merah melambangkan kondisi psikologi yang menguras tenaga, warna ini mampu memberi dorongan untuk bekerja lebih aktif, erotisme dan produktivitas.

Kuning :
Melambangkan kegembiraan, warna ini mempunyai sifat longgar, santai dan mempunyai cita-cita yang tinggi, semangat tinggi, berubah-ubah dan penuh harapan.

Hitam :
Melambangkan kehidupan yang terhenti dan karenanya memberi kesan kehampaan, kegelapan.

Hijau :
Warna hijau melambangkan adanya suatu keinginan ketabahan dan kekerasan hati, mempunyai kepribadian yang keras dan berkuasa.

Biru :
Warna biru tua melambangkan ketenangan yang sempurna, warna ini memiliki efek yang menenangkan saraf pusat, tekanan darah, denyut nadi, tarikan nafas.

Abu-abu :
Warna abu-abu tidak menunjukkan arti yang jelas, tidak terang dan sama sekali bebas dari kecenderungan psikologis.

0 komentar:

Posting Komentar