KawulosejatiSejatiningkawulo

Aku adalah dia, dia adalah aku

"hidup bukan pilihan melainkan ketetapan yang harus dijalani, hidup bukan pula pertanyaan melainkan jawaban yang harus ditindaki" ( Winarno Hadi Saputro, 2007 )

Tentang Kawulo

“aku datang dari balik kabut hitam, aku mengarungi samudera darah, akulah pangeran kegelapan. Kan ku remas matahari di telapak tanganku. Kan ku pecahkan wajah rembulan, pecah terbelah dengan KIDUNG PAMUNGKAS. kan ku buat dunia berwarna merah."

LENTERA SULUH

LENTERA SULUH


Nyala senthir berangsur mengkerut, tangan kisut sosok senja berusaha membata bara dari tiupan Bathara Bayu di awang-awang.

Rambut urainya memang sudah tak lagi legam, tubuhnya yang renta berjalan di sela hawa petang. Terabai, mengikis dingin dibalik jarik usang yang selalu ia sandang ketika gelap menjelang. Dengan pelan ditaruhnya senthir pada batang pohon jati di jalan depan rumahnya.

“tinggal engkaulah yang masih ada di dekatku” lirihnya, sementara tatapanya terlempar melingkar pada jala-jala malam dan sebentang jalan kecil dihadapanya. Jalan kecil di depan rumahnya yang tiap malam terinjak hilir lalang orang-orang kampung.

Mbah Pala, nenek berusia barat itu tinggalah arungi kehidupan seorang diri suaminya meninggal satu setengah windu yang lalu membekaskan abu kejayaan sebagai mantan lurah di sebuah desa kecil. Tak tersirat dibenaknya akan keadaan seperti sekarang ini, suami, anak dan orang-orang terdekat melekang satu demi satu dalam tenggang yang tak begitu renggang.

Bermula dari suaminya yang oleh warga dipanggil dengan Mbah Lurah Karjo Soemitro. Meski wahyu lurah yang diterima Mbah Karjo merupakan warisan secara temurun dari kakek, Ayah kemudian dirinya tetapi keberadaanya benar benar menjadi tuladha bagi warga kampung.

Mbah Karjo mangkat 12 tahun yang lalu, rentang dua minggu kemudian dua putranya yang juga menjadi pamong menyusul kematian sang Rama. Konon karena pagebluk yang melanda desa, banyak warga yang meninggal mendadak, pun tak luput trah Karjo Soemitro yang harus merelakan tiga anggota keluarganya sekaligus. sementara putranya yang satu lagi telah menghadap Gusti Pangeran ketika usianya belum genap satu dasa tahun sedangkan putri satu satunya juga telah diboyong seorang juragan keturunan Tionghoa di Kota.

Masih tersemat lekat diingat Mbah Pala, wismanya yang begitu besar terngiangi canda riang putra-putrinya, tangis manja cucu-cucunya dan hirau peduli dari suami yang begitu dikasihinya. Kehidupanya penuh dengan kesukaan, tak ada senyap yang menyergap.

Kediaman mbah pala yang berada diujung desa memang dulu selalu nampak ramai tidak hanya oleh anggota keluarga saja tetapi juga warga yang sowan untuk sekedar sambung rasa, nguda rasa, berkeluh beserta tethek bengeknya. Mbah Lurah Karjo benar benar menjadi suluh bagi warganya.

Namun kini semua begitu lengang dan sunyi, dengan menginjak jalan tanah bersepah berhambur daun jati kering, Mbah Pala berusaha bertahan memberikan suluh dengan lentera senthir yang selalu ditaruh dijalan depan rumah untuk menerangi orang-orang yang melewatinya. Kendati berat Ia mencoba untuk tetap terjaga.

Tetapi hawa dimalam itu memang nampak tak biasa, dinginnya angin serasa menusuk pori pori, awan kelam yang menutupi purnama beranjak mengajak angan Mbah Pala kembali kemasa lalu ketika masih beserta orang-orang terdekat yang disayanginya. pohon jati depan rumah bergesek merengek seolah ikut meratapi kesedihan yang dirasakan wanita tua itu.
Perasaan menyandera, kelopak-kelopak mata sayup, batin terlunta.

Pandangan Mbah Pala tak lepas dadi lenthera suluh di depannya, matanya mulai berkaca mengurai kenangan bersama orang-orang tercinta yang terlebih dahulu meninggalkan. Dengan menahan isak dibenak, Sang wanita senja bersua dalam lara

“biarlah kau jadi lentera suluh kan kutemani kau sampai nyala terakhir” .

Meredup… pudar… hambar… ( Teruntuk Alm. Mbah Putri, Februari 2007 )


Dasan, Korea Selatan. 26-2-2011.


- Senthir : lampu yang bahan bakarnya dari minyak tanah atau getah.
- Awang-awang : ruang di atas bumi; angkasa.
- Bathara Bayu : nama dewa penguasa angin dalam dunia pewayangan yang ditugaskan mengatur dan menguasai angin
- Jarik : kain yang dihiasi dengan motif batik. banyak dipakai oleh kaum wanita. Para wanita Jawa, wanita Sumatra, Wanita Tionghoa, dll.
- Pala : kepala (kepala desa)
- Pagebluk : wabah (penyakit); epidemi.
- Suluh : barang yg dipakai untuk menerangi.

0 komentar:

Posting Komentar