KawulosejatiSejatiningkawulo

Aku adalah dia, dia adalah aku

"hidup bukan pilihan melainkan ketetapan yang harus dijalani, hidup bukan pula pertanyaan melainkan jawaban yang harus ditindaki" ( Winarno Hadi Saputro, 2007 )

Tentang Kawulo

“aku datang dari balik kabut hitam, aku mengarungi samudera darah, akulah pangeran kegelapan. Kan ku remas matahari di telapak tanganku. Kan ku pecahkan wajah rembulan, pecah terbelah dengan KIDUNG PAMUNGKAS. kan ku buat dunia berwarna merah."

“PUASA ADALAH IBADAH YANG BODOH!”

“PUASA ADALAH IBADAH YANG BODOH!”

“puasa adalah ibadah yang bodoh!”.
Maaf sedulur sedulur kalimat tersebut bukan saya yang mengucapkannya langsung tetapi saya “meminjamnya” dari seorang rekan kerja saya yang notabenenya adalah orang asing (di negaranya sendiri), maksud saya sayalah yang menjadi orang asing karena saya bekerja di negerinya, Korea selatan. Kalimat tersebut dia ucapakan pada awal bulan Ramadhan kemarin lantaran beberapa dari kita, orang Indonesia sedang berpuasa. Dan pada saat jam makan siang rekan-rekan yang berpuasa tentu saja tidak ikut makan di siktang (semacam kantin).

Alhasil terjadilah rembugan sederhana dan karena keterbatasan bahasa yang kita kuasai, kita hanya menjelaskan bahwa puasa adalah tuntutan agama, tidak makan tidak minum dari pagi hingga sore hari. Itulah yang saya sebut sederhana. “ibadah yang bodoh…pekerjaan kita ini membutuhkan tenaga dan kita harus makan minum untuk itu, pastilah sangat berat kalau berpuasa. Sudah tidak usah puasa… Agama kok memberatkan umatnya, agama apa itu!”. Beberapa rekan saya ada yang mencak mencak “asu…!”. Pada awalnya saya juga ikut bertanduk tetapi setelah itu saya malah tertawa sendiri. Sedikit gambaran bahwa penduduk Korea selatan kurang lebih 50 juta jiwa dengan “kebebasan beragama” yang diperbolehkan oleh undang-undang konstitusi, pemeluk agama Budha 26,3%, Kristen 18,8%, Katholik 7,0% dan sedikit presentase agama lain (Memahami Budaya Korea, Professor Hae-Suk Na, 2008). Jadi hampir separuh penduduk Korea selatan masih beragama “bebas”. Ups…maksud saya bahasa yang lebih halusnya “kebebasan beragama”. Tak terkecuali di tempat saya bekerja hanya sejumput yang menyatakan dirinya beragama yang lainya masih “area bebas” tadi. Jikalau ditanya “apa agamamu?” orang-orang ini akan menjawab "saya adalah Tuhan."

Pernah suatu ketika saya iseng-iseng “menawarkan” agama Islam kepada beberapa diantara mereka. “Islam berat nggak boleh ini nggak boleh itu” jawabnya. “memeluk aja agama lain, Budha, Kristen, Katholik!”. “saya tidak suka, saya ini Tuhan jadi sudah tidak perlu beragama”. Pada titik inilah bahwasanya tiap orang beragama bahkan orang tidak beragamapun punya versi “kebenaran” sendiri-sendiri menurut mereka. Lalu bagaimana dengan para penyebar agama dan para misionaris? Jawabanya silahkan saja asal menyebrang di Zebra cross meskipun di “area bebas” soalnya terkadang ada kendaraan yang berlalu lalang jangan sampai tertabrak…!

Mengenai puasa, pernyataan orang korea dan mencak-mencaknya teman saya, Ini kan bersifat principle dan primordial dalam agama saya, bathin saya berkata saat itu. Ha...ha… ha…ternyata tidak hanya keterbatasan bahasa kita untuk menjelaskan tentang puasa tetapi juga keterbatasan kita dalam memaknai “bahasa” puasa. Itulah yang membuat saya tertawa.

Kemudian saya mencoba membagikan kata “pinjaman” dari rekan orang korea tersebut kepada teman-teman saya untuk melihat reaksi awal dari mereka, respon yang beragam. Ada yang mempertanyakan dengan nada G minor bariton suara tinggi, ada yang meng”kualat-kualat”kan saya bahkan ada yang menyuruh saya ber “tobat”.

Sebenarnya motif saya membagikan kata “pinjaman” itu tak lebih dan tak bukan hanya ingin mengetahui bagaimanakah reaksi awal jika mendengar kata itu apakah sama dengan saya ketika pertama mendengarnya, karena terkadang apa yang saya anggap obyektif bisa menjadi subyektif bagi orang lain begitupun sebaliknya walaupun keduanya dibatasi nilai normatif. Sekali lagi monggo kalau mau menyebrang boleh lewat zebra cross atau lewat jembatan penyebrangan aja….. “awas ada motor yak-yakan lewat…!”



Dasan, Korea Selatan. Pada suatu ketika.

0 komentar:

Posting Komentar