KawulosejatiSejatiningkawulo

Aku adalah dia, dia adalah aku

"hidup bukan pilihan melainkan ketetapan yang harus dijalani, hidup bukan pula pertanyaan melainkan jawaban yang harus ditindaki" ( Winarno Hadi Saputro, 2007 )

Tentang Kawulo

“aku datang dari balik kabut hitam, aku mengarungi samudera darah, akulah pangeran kegelapan. Kan ku remas matahari di telapak tanganku. Kan ku pecahkan wajah rembulan, pecah terbelah dengan KIDUNG PAMUNGKAS. kan ku buat dunia berwarna merah."

“Wajah” Bahasa Indonesia Di Negri Kimchi

“Wajah” Bahasa Indonesia Di Negri Kimchi


Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional sudah sepatutnya kita apresiasi sebagaimana mestinya, bahasa yang diakui secara resmi sebagai bahasa persatuan pada 28 oktober 1928 dan disahkan secara konstitusi oleh undang undang tanggal 18 agustus 1945 ini, dalam perjalannya telah banyak mengalami perubahan akibat pemakainya untuk itulah telah diterbitkan sebuah rujukan penggunaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) pada 16 Agustus 1972. Namun demikian bahasa ini tetap berkembang, sebab bahasa Indonesia adalah bahasa yang hidup sehingga akan terus menghasilkan kata-kata baru baik melalui penyerapan maupun penciptaan dari bahasa daerah dan bahasa asing.

Hal tersebut tentunya tidak bisa dipungkiri karena keragaman bahasa ibu di Indonesia dengan dialek kedaerahan yang khas turut mewarnai perkembangan bahasa Indonesia sampai sekarang. Di satu sisi penggunaan bahasa Indonesia yang baku memang akan terkesan sangat kaku namun disisi lain bahasa Indonesia yang dilafalkan secara asal-asalan tentunya akan merusak kaidah penyempurnaan bahasa yang telah ada.

Dasawarsa terakhir ini telah bermunculan ragam gaya bahasa baru akibat pengaruh semakin banyaknya bahasa asing yang dikenal masyarakat Indonesia ataupun gaya bahasa yang dipakai oleh orang-orang Indonesia yang telah lama tinggal di luar negri dan kemudian menjadi tren dikalangan para anak muda. Tapi bagaimana jika bahasa Indonesia dipakai oleh warga Negara asing di negaranya sendiri seperti di Korea Selatan misalnya.

Bagi kalangan tertentu bahasa Indonesia sangat digemari di Korea Selatan. Suatu ketika dalam sebuah perjalanan di kota Seoul, Saya berkenalan dengan seorang warga Korea Selatan yang cukup lumayan bisa berbahasa Indonesia. Di dalam jihacol (kereta bawah tanah), Saya duduk bersebalahan dengan seorang pemuda yang sedang asik membaca sebuah buku dan ternyata yang ia baca adalah buku bahasa indonesia, sayapun mencoba melayangkan pertanyaan-pertanyaan kepadanya.

“sedang membaca buku bahasa indonesia ya?”
“iya.”
jawabnya.
“sudah berapa lama belajar bahasa Indonesia?”
baru 7 bulan.”
Obrolan kami terus berlanjut sampai di stasiun terakhir dimana saya harus turun.

Begitupun di tempat saya bekerja di kota Daegu sekitar 4 jam perjalanan dari Seoul, tepatnya di kota Dasan. Hampir semua pekerja Indonesia di Dasan pastilah mengenal Mr Sun, seorang sopir taksi yang bisa berbahasa Indonesia, pria paruhbaya berkacamata ini banyak belajar bahasa Indonesia dari rekan-rekan TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang tinggal di Dasan.

Tidak hanya itu saja, di dalam taksinya juga terdapat kaset-kaset dari band Indonesia seperti Peterpan, Ungu, Iwan fals yang selalu ia dengarkan disela-sela pekerjaanya sebagai sopir taksi itu.

“musik Indonesia sangat bagus, suatu saat saya ingin pergi ke Jakarta” katanya dengan logat Korea yang masih khas.

Di Dasan pula terdapat sebuah komunitas orang-orang Korea yang bisa berbahasa Indonesia. Salah satunya adalah Doni, hampir setiap minggu Doni selalu datang bermain ke kisuksa (asrama) dimana saya tinggal, pemuda 24 tahun yang bekerja sebagai tukang cuci mobil ini terkadang membawa teman-temannya yang juga bisa berbahasa Indonesia. Pada mulanya saya sempat cangggung ngobrol dengan memakai bahasa Indonesia dengan Doni takutnya dia tidak paham dengan apa yang saya bicarakan tetapi perkiraan Saya salah, ternyata Doni sangat mahir berbahasa Indonesia ia telah belajar bahasa Indonesia selama 7 tahun, ia juga pernah datang ke Indonesia di kota Solo, Jawa tengah. Namanyapun ia ganti menjadi nama Indonesia Doni untuk lebih membiasakan panggilan dalam bahasa Indonesia. Teman-teman Doni yang lain juga mengganti namanya menjadi nama Indonesia seperti Hendra, lisa, Sendy, Adit dan lain-lain.

Di kota lain di Busan tiap tahun diadakan pertemuan akbar orang-orang Korea dari seluruh kota di Korea Selatan yang bisa berbahasa Indonesia. Mereka saling bertukar pengalaman dan pikiran tentang bahasa Indonesia yang sedang mereka pelajari.

Melihat potensi perkembangan bahasa Indonesia di Korea Selatan, beberapa waktu lalu pihak KBRI menyelenggarakan lomba pidato bahasa Indonesia bagi orang-orang korea di Seoul, lomba yang diagendakan tiap tahun ini meski baru diikuti oleh 30 warga Korea Selatan dari kota Seoul saja namun antusiasme para peserta sangat tinggi. Acara yang berlangsung dari pukul 10 pagi hingga 3 sore waktu setempat ini dimenangkan oleh Lee eun kyung, Kim don hwang dari Hankuk University Of foreign Studies dan Park Su jin dari Seokjeong Girls High School. Para penonton dan juri dibuat terkesan oleh penampilan para pemenang karena tidak hanya tutur bahasa Indonesia mereka yang sangat lancar tetapi juga pemakaian bahasa baku yang mereka gunakan, terlebih saat Park su jin gadis cantik asal Seokjeong Girl High School ini berpantun di akhir pidatonya. Ia juga mengatakan pentingnya melestarikan batik sebagai aset bangsa Indonesia jangan sampai direbut oleh bangsa lain.

“batik sebagai salah satu budaya Indonesia yang punya nilai estetika sangat tinggi haruslah dijaga dan dilestarikan” katanya dengan bahasa Indonesia yang sangat fasih.

Apa yang dikatakan Park su jin memang benar adanya dan tidak hanya budaya Indonesia saja yang perlu dilestarikan tetapi bahasa Indonesiapun juga harus dijaga.

Dengan semakin bertambahnya peminat bahasa Indonesia di Korea Selatan sudah seharusnya menjadi cambukan untuk lebih menghargai lagi bahasa nasional kita ini paling tidak dengan bahasa Indonesia bisa menjadi media untuk memperkenalkan Indonesia beserta kebudayanya terhadap warga negara Korea Selatan. Di balik invasi budaya korea ke Indonesia dg industri hiburanya yg menjadi trenseter di Indonesia ternyata bahasa Indonesia masih punya “nyawa” di Negri Gingseng ini.

0 komentar:

Posting Komentar