KawulosejatiSejatiningkawulo

Aku adalah dia, dia adalah aku

"hidup bukan pilihan melainkan ketetapan yang harus dijalani, hidup bukan pula pertanyaan melainkan jawaban yang harus ditindaki" ( Winarno Hadi Saputro, 2007 )

Tentang Kawulo

“aku datang dari balik kabut hitam, aku mengarungi samudera darah, akulah pangeran kegelapan. Kan ku remas matahari di telapak tanganku. Kan ku pecahkan wajah rembulan, pecah terbelah dengan KIDUNG PAMUNGKAS. kan ku buat dunia berwarna merah."

Korea Selatan dan Wajib Militernya

Korea Selatan dan Wajib Militernya



Begitu menginjakan kaki di Korea Selatan tahun lalu kesan masyarakat yang teratur dan lingkungan yang nyaman begitu tampak, begitupun saat bekerja di perusahaan yang menjadi tempat kerja saya sekarang, saya langsung diperkenalkan dengan budaya orang-orang korea yang pali-pali (serba cepat), pernah suatu ketika teman saya orang Indonesia ikut tour yang mengharuskan berangkat jam 12 siang, namun dikarenakan jarak tempat yang cukup jauh dan bangunnya kesiangan maka teman saya mencoba naik taksi sambil menelpon orang Korea yang menjadi sopir bus travel untuk menunggu 5 menit tetapi tetap saja sang sopir meninggalkannya. “hanya” karena terlambat 5 menit teman saya harus kecewa dengan merelakan uang yang telah dibayarkan untuk tour maupun untuk membayar taksi yang begitu jauh.

Banyak hal yang mempengaruhi kehidupan orang Korea yang akhirnya menjadi kebiasaan tersebut salah satunya adalah gundae (Wajib Militer), meskipun tidak semua warga Korea Selatan setuju dengan kebijakan ini. Satu diantara warga tersebut adalah Jang Myung Jin, pemuda 25 tahun yang tinggal di kota Daegu ini sudah setahun berteman dengan saya. pada suatu kesempatan saya sengaja menemui Jang Myung Jin untuk sekedar bertanya perihal ketidak ikut sertaanya dalam gundae. Ia memang pemuda yang ramah, ketika itu ia baru saja datang dari kage (super market mini) dan sayapun disuguhi kokuma pang (roti yang berbahan dasar dari ubi jalar). Kokuma pang menjadi penganan yang ekskulusif di Korea Selatan karena harganya yang lumayan mahal, bayangkan dengan uang 3 ribu won atau sekitar 24 ribu rupiah hanya mendapatkan satu kemasan plastik yang berisi 5 butir ubi ukuran sedang, dengan uang segitu di kota saya Karanganyar, Jawa tengah, tentu bisa untuk membeli satu karung ubi jalar.

Sembari menikmati kokuma pang, Jang Myung Jin menjelaskan tentang “kemangkirannya” dari kewajiban militer. Menurut kepercayaan yang ia anut ikut Wajib Militer berarti dilatih untuk berbuat keras, memegang senjata dan belajar menembak yang ia artikan sebagai manifestasi persiapan perang, kalaulah terjadi perang maka akan terjadi saling bunuh dan ia tidak ingin membunuh. Karena alasan itulah ia tidak mau mengikuti Wajib Militer, tentu saja Jang Myun Jin dikenai sanksi oleh Negara dengan hukuman penjara, hukuman bagi laki-laki warga Korea yang “membelot” dari pangilan wajib militer adalah 1 tahun 6 bulan tapi jangan dibayangkan kalau penjara di Korea Selatan begitu menyeramkan, Jang Myung Jin menceritakan bahwa penjara di Korea Selatan seperti sebuah kota kecil yang lengkap dengan fasilitasnya, ia pun juga digaji selama berada dipenjara meski jumlahnya sangat kecil.

Wajib Militer di Korea Selatan telah dimulai pada tahun 1950 an ketika meletus Perang Korea (Korea Selatan dan Korea Utara), sejak saat itu setiap laki-laki yang telah berusia 20 tahun diharuskan mengikuti Wajib Militer karena secara teknis hingga saat ini status Korea Selatan dan Korea Utara masih dalam keadaan berperang, gencatan senjata yang dilakukan pada tahun 1953 hanyalah perjanjian yang secara hukum tidak bersifat permanen. Hal tersebut juga diungkapkan oleh salah seorang atase bidang pertahanan KBRI ( Kedutaan Besar Republik Indonesia) Seoul dalam sebuah pertemuan beberapa waktu lalu yang menyampaikan himbauan kepada seluruh Warga Negara Indonesia di Korea Selatan untuk tetap waspada terkait status Korea Selatan dan Korea Utara yang sebenarnya masih dalam status berperang. Namun demikian Wajib Militer di Korea Selatan telah mengalami perkembangan sesuai dengan situasi pemerintahan dan negara saat ini berbeda dengan era perang yang benar-benar ditujukan untuk berperang, para pemuda yang telah memasuki usia Wajib Militer usia 20 tahun boleh meminta penangguhan sampai usia 30 an tahun, merekapun boleh memilih unit korps yang disukai. Haegun (Angkatan Laut), Gonggun (Angkatan Udara ) atau Yukgun (Angkatan Darat).

Selama 2 tahun mereka dilatih kemiliteran serta menembak, setelah 100 hari diperbolehkan libur selama beberapa hari, maka tak heran jika kita sedang berjalan di kota-kota di Korea Selatan sering melihat pemuda berpakaian tentara, karena semua laki-laki warga Korea (hanya Warga Negara Korea Selatan saja) memang diharuskan mengikuti Wajib militer, kecuali orang yang karena syarat tertentu dibebaskan dari Wajib Militer oleh pemerintah Korea seperti orang cacat, orang yang menjadi tulang punggung keluarga (tidak ada yang menopang kehidupan keluarga), orang dengan prestasi tertentu, orang yang dianggap berjasa terhadap negara, orang yang telah terikat dengan instansi negara dan laki-laki yang telah menikah sebelum usia Wajib Militer. Beberapa orang tersebut selain ada yang dibebaskan Wajib Militer tapi juga ada yang cuma diwajibkan selama 1 bulan saja. Awalnya saya kira mereka adalah tentara pemerintah ( profesi tentara ) ternyata kebanyakan dari mereka adalah pemuda yang sedang menjalani Wajib Militer ataupun sedang mengikuti pertemuan, karena agar tetap dapat mengingat materi dalam gundae mereka juga diharuskan mengikuti pertemuan tiap tahun sekali atau dua kali.

Teman saya Jang Myun Jin mengungkapkan bahwa Wajib Militer memang dapat membentuk jiwa disiplin tetapi disisi lain juga dapat menciptakan aroganisme, Wajib Militer akan efektif jika negara benar-benar dalam keadaan berperang. Di akhir obrolan sore itu Jang Myun Jin berbalik bertanya kepada saya, adakah wajib militer di Indonesia? bagaimana kira-kira kalau di Indonesia diberlakukan Wajib Militer? Sebuah pertanyaan yang saya sendiri tidak bisa mereka-reka. Memang perlu adanya perbaikan untuk membentuk masyarakat yang disiplin tetapi apakah dengan cara Wajib Militer diberlakukan di Indonesia yang tentu saja akan butuh biaya yang sangat besar ditengah-tengah perekonomian Indonesia seperti sekarang ini. Entahlah? Yang jelas saat ini yang dibutuhkan Indonesia bukanlah sekedar produk-produk pemikiran saja melainkan juga tindakan yang didasari kesadaran sebagai warga negara untuk memajukan negaranya sendiri, Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar